Joki Game: Solusi Praktis atau Penghancur Ekosistem Gaming?

Pernahkah Kamu merasa frustrasi karena skill gaming Kamu mentok di level tertentu, atau mungkin waktu Kamu terlalu sempit untuk grinding game favorit? Di balik layar, ada sebuah industri yang berkembang pesat, yaitu joki game. Bisnis ini bukan hanya soal membantu pemain mencapai peringkat tinggi, tetapi juga memantik perdebatan panjang soal etika dan dampaknya terhadap ekosistem gaming. Siapkah Kamu menyelami lebih dalam sisi terang dan gelap dari budaya joki game ini?

Joki Game: Solusi Praktis atau Penghancur Ekosistem Gaming?
Joki Game: Solusi Praktis atau Penghancur Ekosistem Gaming?

Setelah membahas betapa toxic-nya game kompetitif, ternyata ada satu cabang dampak yang cukup mengundang perdebatan, yaitu joki. Sebuah praktik yang sepertinya sudah lumrah dilakukan oleh masyarakat kita. Namun, alih-alih berfokus pada joki secara universal, mari kita fokuskan pembahasan pada joki di industri game saja. Nyatanya, joki game sudah menjadi sebuah bisnis yang benar-benar menguntungkan. Jadi, mari kita intip "dapur" dari bisnis joki game, sebuah bisnis yang bisa laris manis karena adanya rasa gengsi. Selamat datang di segmen Bas Game Aja.

Secara harfiah, joki sebenarnya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung konteksnya. Contohnya, istilah joki kuda, joki ujian, joki skripsi, atau bahkan joki DJ. Walaupun berbeda konteks, garis besar dari istilah ini tetap sama, yaitu mempercayakan sebuah pekerjaan atau kegiatan tertentu kepada seseorang yang memang ahli di bidang tersebut atau yang bersedia melakukannya.

Di dunia nyata, aktivitas "joki" kerap menimbulkan banyak perdebatan, terutama jika sudah masuk ke ranah-ranah yang sifatnya sakral atau penting untuk masa depan, seperti joki skripsi, joki ujian, dan sebagainya. Bahkan, secara umum, praktik joki sering dianggap ilegal dan sebagai perbuatan terlarang karena seseorang mencapai sesuatu tanpa usaha sendiri. Namun, ini selalu menjadi argumen yang terus diperdebatkan.

Lepas dari kehidupan nyata yang terlalu serius, mari kita melihat industri game. Kata "joki" juga sudah melekat di industri ini. Biasanya, game yang dijoki adalah game kompetitif atau game yang bersifat grinding. Joki untuk game kompetitif biasanya bertujuan membantu pemain mencapai peringkat atau gelar tertentu, sementara untuk game grinding, joki digunakan untuk menaikkan level agar mendapatkan in-game benefit. Meski berbeda tujuan, pada akhirnya, joki dalam game grinding juga bertujuan untuk meningkatkan kompetisi.

Melihat besarnya komunitas game kompetitif di Indonesia, yang mencakup anak-anak hingga orang dewasa, jelas nilai jual dari game kompetitif adalah pada manfaat sosialnya. Sistem bermain bersama (mabar) dan interaksi dengan random public menjadi kunci sosial dari game-game kompetitif.
Di sisi lain, tidak semua orang memiliki kemampuan seperti pro player. Ketika seseorang memiliki skill pas-pasan tetapi merasa gengsi dengan lingkungannya yang memiliki peringkat atau gelar lebih tinggi, akhirnya muncul kebutuhan akan joki. Dalam skenario ini, penjoki menjadi "pahlawan" yang membantu pemain mencapai peringkat setara atau lebih tinggi dari lingkungannya, tanpa harus berusaha keras sendiri.

Selain itu, ada banyak skenario lain yang memicu kebutuhan joki, seperti kesibukan dunia nyata, kebuntuan dalam permainan, dan lain-lain. Bahkan, bisnis joki game ini cukup menggiurkan. Dengan 30-50 klien per hari, penjoki bisa meraup pendapatan kotor hingga Rp80 juta per bulan, tergantung pada harga layanan. Praktik ini sudah menjadi budaya di kalangan pemain yang memiliki uang lebih, menjadikannya solusi win-win: pemain senang, penjoki pun senang.

Namun, praktik ini tidak lepas dari sisi gelap. Dalam kegelapan ini, banyak pihak merasa dirugikan, termasuk developer game. Salah satu contohnya, pemain dengan skill rendah yang menggunakan joki untuk mencapai peringkat tinggi akhirnya merusak pengalaman pemain lain di peringkat tersebut. Hal ini mirip dengan fenomena smurfing, tetapi dalam konteks yang terbalik.

Selain mengganggu ekosistem game, praktik joki juga bisa merugikan pemain secara langsung. Tidak jarang akun pemain terkena ban akibat penjoki menggunakan cara ilegal, seperti cheat atau manipulasi matchmaking. Akibatnya, meskipun bisnis ini menguntungkan sebagian pihak, ia membawa kerugian besar bagi developer maupun pemain lain yang bermain secara murni.

Di sisi lain, tidak semua pemain melihat joki sebagai tindakan yang sepenuhnya salah. Bagi mereka yang sibuk bekerja tetapi masih memiliki jiwa gamer, joki menjadi solusi praktis untuk tetap menikmati permainan. Jadi, praktik ini berada di zona abu-abu, meskipun cenderung condong ke sisi negatif.
Bagaimana menurut kalian? Apakah kalian pernah menggunakan jasa joki game, atau bahkan menjadi joki di kehidupan nyata? Silakan tulis pendapat kalian di kolom komentar. 
Review Peralatan Ikan Hias yang Kamu Cari
Kumpulan Berbagai Macam Review untuk Peralatan Ikan Hias Mulai dari Aerator, Box Filter, Filter Mekanik, Media Biologi, Lampu Aquarium dan Lain Sebagainya
Buncit Lovers Wajib Baca Ini!
Berisikan Tips Lengkap dan Cara Merawat Ikan Mas Koki
Kumpulan Penyakit Ikan Hias
Berikut Ini Beberapa Penyakit Ikan Hias yang Sering Ditemui Beserta Cara Pengobatannya
Komentar