Ada satu hal yang sering luput dari perhatian ketika kita memasang terpal sebagai pelindung di halaman atau atap rumah. Kita merasa bahan tebal sudah cukup menjamin ketahanan, padahal kenyataan di lapangan sering kali bercerita lain. Seperti pengalaman empat bulan bersama terpal A20 ini yang awalnya terlihat menjanjikan, namun perlahan menunjukkan bagaimana panas, hujan, dan angin bisa mengubah bahan yang tampak kuat menjadi rapuh tanpa ampun. Dari sini perjalanan menarik pun dimulai, sebuah pengalaman yang bukan hanya membuka mata tentang kualitas terpal, tetapi juga tentang cara memasang dan merawatnya agar benar benar bertahan lebih lama.
![]() |
| Beda Harapan dan Kenyataan Saat Mengandalkan Terpal A20 Korea Sebagai Tenda Penahan Hujan dan Panas |
Saat pertama kali memasang terpal A20 beberapa bulan lalu, rasanya seperti menemukan jawaban sederhana untuk masalah yang sudah lama menyita pikiran. Terpal itu tebal ketika dipegang, warnanya masih kinclong, seratnya rapat dan terlihat menjanjikan. Apalagi banyak yang bilang kalau jenis ini sanggup bertahan sampai lima tahun. Klaim yang terdengar meyakinkan bagi siapa pun yang sedang mencari perlindungan praktis untuk bagian rumah atau halaman.
Tapi waktu berjalan dengan cara yang tidak selalu bersahabat, terutama jika kamu tinggal di Palembang yang panasnya kadang seperti tidak ada jeda. Tepat empat bulan sejak pemasangan, akhirnya terjawab juga bagaimana nasib terpal yang diharapkan bisa menemani dalam jangka panjang itu. Jawabannya cukup mengejutkan. Belum setahun, bahkan belum setengahnya pun, bagian terpal mulai menunjukan tanda kelelahan. Sobek pertama muncul kecil saja, lalu menjalar seperti benang yang ditarik terus menerus. Diikuti sobekan di sisi lain yang tidak kalah panjangnya.
Begitu melihat lebih dekat, terlihat jelas pola kerusakannya. Bagian yang langsung kena matahari adalah yang paling parah. Seratnya memutih, mengering, dan bila disentuh langsung terasa rapuh. Hanya sedikit tekanan saja sudah cukup membuatnya pecah. Sebaliknya, area yang tertutup bayangan atau tidak mendapat terpaan matahari langsung masih terlihat seperti baru. Seratnya rapat dan tebal seperti saat pertama kali dipasang.
Kerusakan tidak hanya muncul di bagian tengah. Ujung terpal yang awalnya terikat kuat dengan besi, baut, dan mata kambing juga ikut menyerah. Bahkan ketika mencoba mengikat ulang, bahan yang sudah garing itu langsung pecah ketika dipegang. Tidak ada yang bisa diselamatkan lagi dari sisi itu karena sudut ujung bawah sampai ke bagian atas semuanya sudah ikut rapuh. Dari atas terlihat beberapa titik bolong, beberapa robekan panjang, dan warna yang tampak kusam setelah berbulan-bulan digilas panas dan hujan tanpa henti.
Padahal pemasangan awal sudah dibuat semiring mungkin supaya air mengalir cepat saat hujan turun. Ada enam titik pengikat yang dibor dan dipasang dengan rapi agar beban terbagi rata. Namun ternyata cuaca lebih berperan dibanding teknik pemasangan. Empat bulan cuaca ekstrem di Palembang cukup untuk membuat terpal tebal A20 ini tidak punya kesempatan mempertahankan bentuk aslinya.
Pengalaman dengan seri sebelumnya juga sempat memberi harapan. Sebelum A20, terpal A12 dan A16 hanya mampu bertahan sekitar delapan bulan. Maka wajar jika A20 yang lebih tebal diharapkan bisa bertahan dua atau tiga tahun. Tetapi kenyataannya malah lebih cepat rusak. Seakan ketebalan tidak terlalu berpengaruh jika posisi terpal benar benar berada di area terbuka yang setiap hari mendapat panas dan hujan.
Untuk saat ini satu satunya pilihan adalah mengganti terpal. Namun kali ini idenya sedikit berbeda. Daripada memasang satu lembar besar ukuran dua kali enam meter seperti sebelumnya, rencananya akan dibuat dua lembar yang lebih kecil. Ukurannya dua kali tiga meter yang dipasang berdampingan. Dengan begitu jika salah satu bagian rusak, tidak perlu mengganti semuanya. Cukup bongkar bagian yang rusak dan sisanya tetap dipakai. Cara ini jauh lebih efisien dan tidak boros.
Saran lain yang sempat muncul adalah mengganti terpal dengan seng atau bahkan membuat struktur permanen. Tapi kebutuhan perawatan atap dan talang membuat solusi permanen justru menyulitkan. Terpal masih menjadi pilihan paling praktis karena bisa dilepas kapan saja. Tinggal tarik lalu angkat ketika butuh memperbaiki bagian atas bangunan. Selain itu ada juga pertimbangan biaya dan pembagian anggaran untuk kebutuhan lain, jadi penggunaan terpal tetap dianggap tepat untuk situasi sekarang.
Jika digunakan sebagai penutup barang di truk atau sekadar pelindung di gudang mungkin terpal A20 bisa lebih panjang umurnya. Selama tidak terjemur penuh sepanjang hari atau tidak terkena panas ekstrem, sangat mungkin terpal ini mendekati klaim lima tahun. Namun untuk kondisi dipasang tinggi sebagai tenda, bertemu matahari sebelas sampai dua belas jam per hari, ditambah hujan, angin, dan cuaca Palembang yang terkenal ganas, hasilnya seperti yang terlihat sekarang.
Meski begitu ada pelajaran penting dari pengalaman empat bulan ini. Ketebalan tidak selalu jadi jaminan. Teknik pemasangan dan kondisi lingkungan jauh lebih menentukan. Membagi ukuran terpal menjadi beberapa bagian kecil juga bisa menghemat biaya jangka panjang. Yang paling penting tetap menyesuaikan jenis terpal dengan kebutuhan, bukan hanya dari spesifikasinya saja.
Jika kamu punya pengalaman dengan terpal A20 yang berasal dari produsen Korea Busan ini mungkin akan bermanfaat untuk saling berbagi. Setiap penggunaan pasti berbeda dan bisa jadi ada cara pemasangan yang lebih baik dibanding yang sudah dicoba sekarang. Semoga cerita ini membantu kamu mempertimbangkan sebelum membeli terpal, terutama jika kamu berniat memasangnya sebagai tenda yang selalu berada di luar ruangan.
